KSPI: Dugaan Indikasi Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan Harus Dilanjutkan

oleh -85 Dilihat
oleh

JAKARTA, (Xnews.id) – Sejumlah media (Selasa, 30 Maret 2021) memberitakan, bahwa Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengakui dana jaminan hari tua (JHT) masih defisit. Hal ini terlihat dari rasio kecukupan dana (RKD) yang di bawah 100 persen sejak 2018 hingga Februari 2021.

Riciannya, rasio kecukupan dana pada Desember 2018 sebesar 96,6 persen, Desember 2019 sebesar 96,9 persen, Desember 2020 sebesar 95,9 persen, dan Februari 2021 sebesar 95,2 persen.  Adapun rasio kecukupan dana bisa dikatakan sebagai kemampuan lembaga atau perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta atau kemampuan manajemen dalam mendanai program pensiunnya.

Menurut Anggoro, penyebab defisit adalah, dari dana yang miliki BPJS Ketenagakerjaan, ada 23 persen dana yang kami kelola di instrumen saham dan reksa dana. Sementara itu, instrumen saham dan reksa dana memiliki risiko pasar yang membuat dana investasi BPJS Ketenagakerjaan turun atau unrealized loss.

Menanggapi hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengapresiasi keterbukaan Direksi BPJS Ketenagakerjaan yang baru, yang secara sadar menyampaikan bahwa iuran dari JHT yang masuk tidak cukup untuk membayar klaim keseluruhan JHT, karena rasionya tidap pernah 100%.

“Ini senada dengan apa yang pernah disampaikan KSPI dalam pertemuan dengan Direksi BPJS Ketenaagkerjaan yang baru pada tanggal 17 Maret 2021. Saat itu KSPI menyatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan tidak sehat, karena iuran yang diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan per tahun sebesar 33 Trilyun tetapi BPJS Ketenagakerjaan membayar klaim JHT kepada pesertanya sebesar 34 Trilyun,” kata Said Iqbal.