Moch Habibi : Pendekatan Soft Power Relevan Selesaikan Papua

Jakarta, (XNews.id) - Permasalahan Papua dari tahun ke tahun tidak kunjung selesai, bahkan pemerintah sudah melakukan berbagai pendekatan untuk menyelesaikanya. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini penembakan pekerja PT Palapa Timur Telematika di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua yang menyebabkan tewasnya delepan warga sipil 2/3/2022 yang telah dilakukan oleh KKB. Para pekerja yang sedang memperbaiki fasilitas menara Base Transceiver Station (BTS) untuk jaringan telekomunikasi 4G, yang tendernya telah dimenangkan Palapa Ring. Sehari kemudian, KKB menyerang 11 petugas Pos Koramil Dambet yang sedang berpatroli. Seorang prajurit TNI, Prajurit Satu (Pratu) Heriyanto, mengalami luka tembak dibagian leher (Kompas, 5/3/2022). Dengan berbagai tindak kebingasan KKB dalam seminggu ini, Moch Habibi Syafi'uddin mahasiswa Kajian Stratejik Intelijen Pascasarja Universitas Indonesia angkat bicara soal Papua. Baginya dalam menyelesaian kasus di Papua, Pemerintah harus melakukan pendekatan penanganan konflik dengan cara mengedepankan strategi Soft Power (kekuatan lunak), maksudnya cara penyelesaian konflik Papua harus dengan pendekatan dari hati ke hati dengan tidak menggunakan kekerasan. Karena belum tentu kekerasan bisa diselesaikan dengan kekerasan pula. Menurut Moch Habibi, pembangunan sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam dan kesejahteran masyarakat Papua harus semakin di tingkatkan. Ada empat pendekatan soft power yang harus dilakukan secara simultan. Artinya, harus dilakukan bersama dan berkorelasi positif antara satu dan yang lain. Pertama pendekatan kemanusiaan, bagaimana pemerintah lebih memanusiakan bahwa warga Papua menjadi prioritas utama dalam segala hal, Ini bukan yang terkait dengan pelanggaran HAM berat, tapi juga kemanusiaan secara luas. Terutama dalam menangani masyarakat terdampak konflik. Pemerintah sudah tahu tapi belum jadi fokus. Itu harus paralel dengan pendekatan. Kedua jika negara Indonesia di sebut sebagai negara Demokrasi , langkah dialog dan perundingan menjadi prototipe penyelesaian, diibaratkan seperti anak nakal yang butuh kasih sayang terhadap orang tuanya, hari ini pemerintah lebih mengutamakan segalanya untuk Papua. Ketiga penguatan agama masyarakat Papua sebagai nilai nilai yang luhur tentang ketuhanan, bahwa agama menjadi rahmat semua alam, cinta kasih kepada sesama dan toleransi. Sehingga perlu kerja sama dengan Tokoh agama mayoritas di sana, untuk menjadikan bumi Papua yang cinta damai. Yang terakir merupakan penguatan Representasi adat Papua harus di junjung tinggi, pemerintah harus memikirkan bagaimana adat Papua bisa menjadi simbol indonesia mendunia, menjadi Icon Indonesia untuk wawasan Global. Dan yang paling penting menarasikan bahwa representasi stereotype adat Papua yang kanibal, kejam, dan primitif itu semua tidak benar. Harus kita benahi bersama sama papua yang modern, inovatif, cerdas dan visioner. Sehingga papua menjadi Pulau yang maju dan unggul di bumi pertiwi ini. (**/rilis)

Komentar