DASEIN, TOLERANSI dan GEOPOLITIK

oleh -176 Dilihat
Pemerhati Politik Internasional, Surya Fermana (Foto : Pribadi)

Jakarta, (XNews.id) – BEING atau ADA dan Beings atau mengada. Segala yang ada dalam dunia sebanyak jumlah hitungannya adalah Beings mengada termasuk manusia.

BEING ADA adalah asal usul dari segala yang mengada. Manusia ada dalam dunia Beings in the world secara terlempar to be there tiba-tiba saja ada dunia tanpa tahu asal dan sebabnya.

Manusia menjalani keseharian biologisnya namun dalam perjalanan mengalami kecemasan (anxiety) dan dalam kecemasan itu bertanya sebenarnya aku ini siapa? Dari mana? Akan ke mana? Dalam menjawab pertanyaan itu manusia melakukan penafsiran (verstehen) untuk menemukan jawabannya dan bagi Haidegger BEING itulah hakekat asal dan manusia kembali.

Perjalanan di dunia hanya sementara menuju pada kematian. Manusia dengan penafsiran menembus metafisika menyibak hakekat ontologis dari ontis. ADA adalah ontologis (hakekat) sedangkan ontis adalah Mengada (wujud kesementaraan). Manusia yang menemukan momentum eksistensial dalam kecemasannya dan menjadi amaliah dalam keseharian disebut Dasein.

Sedangkan yang hanya terjebak pada regularitas biologis adalah Dasman. Sang ADA tidak dapat digambarkan dan diserupakan adanya dengan segala yang Mengada hanya bisa dirasakan dengan proses transedensi dan setiap manusia berbeda-beda pengalamannya. Dalam upaya menyingkap BEING sejarah manusia mencatat banyak melahirkan isme- isme dan sekte-sekte.

Bila dalam kehidupan umat manusia terjadi konflik antar isme maka sebenarnya itu akibat pembekuan (penunggalan) pemaknaan kepada BEING yang tak terbatas dan seandainya manusia memahami dengan baik BEING dan memahami keunikan masing-masing pemahaman dalam praksisnya sesungguhnya akan menghasilkan sikap toleran.

Dalam kehidupan modern sejak dimulainya Revolusi Cartesian dengan Cogito Ergu Sum terjadilah pembekuan dan monopoli kebenaran subjektif yang diuniversalkan. Dalam filsafat disebut dengan Cartesian Ego. Manusia berfikir dan alam semesta sebagai objek. Pola subjek-objek memunculkan dominasi dan eksploitasi.

Semenjak Descartes pesona dunia memudar keintiman hubungan antar manusia modern rasional-bertujuan-dominatif-kalkulatif-hambar dan manusia memasuki nihilisme tanpa pemaknaan ontologis terjebak menjadi Dasman. Descartes diteruskan Locke, Hegel, Marx sampai pada Kierkegard yang mulai mempertanyakan eksistensi manusia sebagai personal dan kemudian Nietzsche yang mendeklarasikan bahwa manusia modern telah membunuh tuhan dengan rasionalitasnya.

Bagi Haidegger, Sum lebih penting daripada Cogito karena Ada dulu baru bisa berfikir dan berfikir hanya salah satu cara memaknai ADA. Manusia sekarang perlu melakukan dekonstruksi terhadap bangunan epestemologi Barat agar kembali pada ontologi yang hakiki.

Pemikiran modern tidak hanya untuk keperluan individu tapi juga menjadi sistem negara dan sistem dunia. Ada tiga sistem politik besar di era modern yaitu: