Farel Prayoga, bocah Banyuwangi berumur 12 tahun, menjadi bintang utama dalam perayaan Ulang Tahun Ke-77 Kemerdekaan RI. Dengan membawakan lagu Jawa berjudul Ojo Dibandingke, Farel membuat presiden, ibu negara, dan para menteri bergoyang, semua tertawa lebar.
—
HANYA Kapolri yang dalam tangkapan kamera tampak tegang, tawanya tak lepas, alih-alih ikut bergoyang. Maklum saja, Kapolri sepertinya sedang punya banyak pikiran. Bagaimana tidak, jenderal bintang dua yang merupakan orang kepercayaannya membunuh ajudannya sendiri, melibatkan setidaknya 31 polisi lainnya.
Perayaan tujuh belasan pekan ini memang sedikit mengalihkan perhatian kita dari kasus pembunuhan yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo. Satu bulan lebih sejak Brigadir Yosua tewas di rumah dinas Sambo, masyarakat Indonesia larut dalam drama panjang pengusutan kasus ini. Ketika akhirnya Sambo ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan dan rekayasa terkuak, drama masih belum berakhir dan lebih dari itu: masyarakat sudah telanjur tak percaya.
Kasus Sambo menunjukkan, rekayasa adalah hal yang bisa dan biasa dilakukan polisi. Ketika ada sebuah perkara, polisi yang mengusut, polisi yang mencari dan menetapkan barang bukti, polisi yang menyusun berita acara pemeriksaan (BAP), polisi yang memutuskan apakah sebuah perkara akan dilanjutkan untuk dilimpahkan ke kejaksaan atau dihentikan. Dalam kasus Sambo, kita melihat bagaimana CCTV sengaja dihilangkan, kesaksian hanyalah karangan, hasil otopsi ternyata bisa dipesan sesuai permintaan. Ketika pembunuhan anggota kepolisian saja bisa direkayasa seperti itu, bagaimana dengan kasus-kasus lainnya?