XNEWS.ID – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Lampung mengelar Focus Group Discussion (FGD) Optimalisasi Potensi Lobster Berbasis Blue Economy Menuju Lampung Sentra Lobster di Hotel Novotel, Senin, 30 oktober 2023.
Sebagai narasumber utama, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS memaparkan tentang Strategi Pengelolaan Sumber Daya Lobster Berkelanjutan di Indonesia.
Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan potensi pasar lobster sangat menjanjikan. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan Indonesia, serta semakin bertambahnya penduduk kelas menengah ke atas (consuming class), maka, permintaan akan komdoitas maupun produk olahan lobster akan terus meningkat.
Potensi produksi lobster Indonesia juga dinilai sangat besar. Sebagai negara dengan luasan ekosistem terumbu karang (habitat utama lobster) terluas kedua di dunia dan paling tinggi biodiversity-nya, Indonesia memiliki potensi Benih Lobster (BL) untuk dibudidayakan dan lobster dewasa (ukuran konsumsi) yang bisa dipanen dari alam (laut) salah satu terbesar di dunia, paparnya.
Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan landasan kebijakan dan regulasi sektor kelautan dan perikanan. Antara lain: Pertama, Ilmu pengetahuan (science-based policies); Kedua, Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development): peningkatan pertumbuhan ekonomi inklusif untuk mensejahterakn seluruh rakyat secara berkeadilan, dan secara simultan memelihara kualitas dan keberlanjutan ekosistem alam.
Ketiga, Misi (tugas dan fungsi) KKP: (1) mengatasi permasalahan internal sektor KP; (2) berkontribusi signifikan dalam mengatasi permasalahan bangsa (nasional); dan (3) mendayagunakan seluruh potensi pembangunan KP secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri membahas status dan permasalahan pembangunan Indonesia dan Lampung. Ia mengungkapkan, status pembangunan beberapa negara asia berdasarkan GNI (Gross National Income) Per Kapita (Dolar AS) pada 2022. Biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB) (FAO, 2020), katanya.
Maka, mengutip Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022, kata Prof. Rokhmin Dahuri, atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi memenuhi biaya tersebut. Saya tidak habis pikir kalau pejabat Negara bisa tidur dengan data ini, tandas Penasehat Gubernur Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung 2019-2024 itu.
Lalu, ia menuturkan, ada 10 Permasalahan Tantangan Pembangunan Indonesia. Yakni: 1. laju pertumbuhan ekonomi rendah ( 7% per tahun); 2. Pengangguran Kemiskinan; 3. Ketimpangan Ekonomi Terburuk Ke-3 Di Dunia; 4. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah; 5. Fragmentasi Sosial-Politik Yang Mengancam Persatuan Dan Kesatuan Bangsa; Selanjutnya, 6. Deindustrialisasi; 7. Kedaulatan Pangan, Farmasi, Dan Energi Rendah; 8. Inovasi, Daya Saing IPM Rendah; 9. Kerusakan Lingkungan SDA; 10. Volatilitas Disrupsi.
Perhitungan angka kemiskinan atas dasar garis kemiskinan versi BPS (2023), yakni pengeluaran Rp 580.000/orang/bulan. Garis kemiskinan = Jumlah uang yang cukup untuk seorang memenuhi 5 kebutuhan dasarnya dalam sebulan. Menurut garis kemiskinan Bank Dunia (2,5 dolar AS/orang/hari atau 75 dolar AS/orang/bulan (Rp 1.125.000)/orang/bulan), jumlah orang miskin pada 2023 sebesar 111 juta jiwa (37% total penduduk)
Yang sangat mencemaskan adalah bahwa 21,4% anak-anak kita mengalami stunting (tengkes), 17,7% bergizi buruk, dan 10,2% berbadan kurus akibat kurang makanan bergizi (Kemenkes dan BKKBN, 2022). Apabila masalah krusial ini tidak segera diatasi, maka generasi penerus kita akan menjadi generasi yang lemah fisiknya dan rendah kecerdasannya, a lost generation, tuturnya.
Prof. Rokhmin Dahuri yang juga sebagai Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia tersebut menjelaskan, resultante dari kemiskinan, ketimpangan ekonomi, stunting, dan gizi buruk adalah IPM Indonesia yang baru mencapai 72 tahun lalu. Padahal, sebuah bangsa bisa dinobatkan sebagai bangsa maju dan makmur, bila IPM nya lebih besar dari 80 (UNDP, 2021). Ironisnya, dengan status masih sebagai negara berpendapatan menengah.
Tingginya angka kemiskinan, dan rendahnya IPM berbagai jenis SDA seperti minyak dan gas, tembaga, hutan, dan ikan sudah banyak yang mengalami overeksploitasi. Indonesia pun merupakan salah satu negara yang mengalami kerusakan lingkungan yang parah di dunia (UNEP, WWF; 2020).
Biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB) (FAO, 2020).
Atas dasar perhitungan tersebut, menurut Litbang Kompas, ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya teresebut. Dari 65 juta rumah tangga, masih 61,7 persen rumah tidak layak huni. Padahal, perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang dijamin dalam Pasal 28, Ayat-h UUD 1945, ujarnya.
Hingga 2019, Prof Rokhmin Dahuri menambahkan, Hingga 2021, Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN. Hingga 2022, tingkat kemiskinan Provinsi Lampung sebesar 11,57% (Urutan ke-12 dari 34 Provinsi di Indonesia).
Hingga 2022, Koefisien Gini Provinsi Lampung sebesar 0,314 (Peringkat ke-25 dari 34 Provinsi di Indonesia). Gini rasio tertinggi berada di Bandar Lampung sebesar 0,34 (tahun 2021). Hingga 2022, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung sebesar 70,45% (Urutan ke-24 dari 34 Provinsi di Indonesia). IPM tertinggi berada di Bandar Lampung sebesar 78,01% (tahun 2022). Gini rasio tertinggi berada di Bandar Lampung sebesar 0,34 (tahun 2021).
Hingga 2022, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Lampung sebesar 70,45% (Urutan ke-24 dari 34 Provinsi di Indonesia). IPM tertinggi berada di Bandar Lampung sebesar 78,01% (tahun 2022). Hingga 2022, Gini Ratio Provinsi Lampung sebesar 0,31 (Urutan ke-26 dari 34 Provinsi di Indonesia).
Pada 2021, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Prov. Lampung berada diurutan ke-11, Pada 2022, PDRB Prov. Lampung berada diurutan ke-11, sementara PDRB per kapita ke-25 dari 34 Provinsi di Indonesia. Pada tahun 2021, PDRB tertinggi adalah Lampung Tengah dan PDRB/kapita tertinggi berada di Tulang Bawang.
Tingkat kemiskinan tertinggi berada di Lampung Utara sebesar 19,63% (tahun 2021). Hingga 2022, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Lampung sebesar 4,31% (Urutan ke-22 dari 34 Provinsi di Indonesia). TPT tertinggi berada di Bandar Lampung sebesar 8,85% (tahun 2021).
Kendati sejak merdeka 17 – 8 – 1945 Indonesia banyak mengalami kemajuan, namun, sudah 77 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara-berpendapatan menengah bawah dengan GNI perkapita US$ 4.140, angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, gizi buruk, dan IPM yang belum setingkat negara maju (IPM 80).
Atas dasar angka kemiskinan, PDRB perkapita, dan IPM pada 2022; pencapaian pembangunan Provinsi Lampung masih di bawah pencapaian Nasional. Maka, PR (Pekerjaan Rumah) Provinsi Lampung lebih berat ketimbang Nasional. Oleh karenanya, seluruh komponen pembangunan Prov. Lampung harus berekerja lebih cerdas, keras, kolaboratif, dan ikhlas lagi, ujar Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.
Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, Lampung masuk dalam lima besar provinsi paling banyak produksi budidaya udang. Produksi terbesar budidaya laut berasal dari Kabupaten Lampung Selatan (63,74%). Produksi terbesar budidaya air tawar berasal dari Kabupaten Lampung Selatan (62,51%).
Jumlah pembudidaya terbanyak berada di Kabupaten Tulang Bawang (37,55%). Ekspor produk perikanan Lampung dominan komoditas Udang (82% total volume dan 36% total nilai). Baik di eksosistem laut maupun ekosistem payau dan darat, tingkat pemanfaatan perikanan budidaya pada umumnya masih jauh lebih rendah ketimbang potensi produksi lestarinya.
Maka, katanya, peningkatan produktivitas dan produksi perikanan budidaya memberikan masih terbuka lebar. Mayoritas pembudidaya perikanan, khususnya yang skala Mikro dan Kecil (tradisional), masih miskin (pendapatan US$ 375 (Rp 5,625 juta)/bulan/orang) (Bank Dunia, 2022).
Sebagian besar unit bisnis (usaha) perikanan budidaya tradisional tidak menerapkan: (1) Economy of Scale (Skala Ekonomi); (2) Integrated Supply Chain Management System (Hulu – Hilir); (3) Best Aquaculture Practices (Cara Budidaya Terbaik); (4) Teknologi Mutakhir (Blue Economy, Industry 4.0 Technology) pada setiap mata rantai pasok; dan (5) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Sayangnya, kurang produktif, efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan pembudidaya miskin dan kontribusi sektor Perikanan Budidaya (Aquaculture) bagi perekonomian Prov. Lampung (PDRB, ekspor, dan PAD) rendah, ujar Ketua Umum GANTI (Gerakan Nelayan Tani Indonesia)
Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 mau tidak mau harus menggunakan Pendekatan Sistem untuk Mewujudkan Indonesia Emas (Maju, Adil-Makmur, Dan Berdaulat) pada 2045.
Kemudian, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, persyaratan dari Negara Middle-Income menjadi Negara Maju, Adil-Makmur dan Berdaulat, yaitu: Pertama, pertumbuhan ekonomi berkualitas rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun. Kedua, I + E K + Im. Ketiga, Koefisien Gini 0,3 (inklusif). Keempat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan dinamika perkembangan pengelolaan lobster di dunia dan Indonesia, yakni dua kelompok utama lobster laut: Clawed Lobster (30 spesies) dan Spiny Lobster (49 spesies). Di perairan Indo-Pasific Barat terdapat 11 spesies, dan 6 diantaranya terdapat di perairan Indonesia (Moosa Aswandy, 1984).
Produksi lobster global berdasarkan jenisnya, 2000 – 2020 Produksi lobster global didominasi oleh penangkapan lobster Amerika (Homarus americanus) di sepanjang pantai Atlantik Kanada dan timur laut Amerika Serikat. Wilayah yang relatif kecil ini menyumbang lebih dari 60% produksi lobster global dan menyumbang seluruh pertumbuhan yang diamati selama periode waktu yang lama.
Sekitar 99,3% total produksi lobster dunia (2010 – 2018) berasal dari perikanan tangkap. Sementara dari budidaya hanya menyumbang sekitar 0,7%.
Sebaran Jenis Lobster di Indonesia