“Kami minta BPKAD segera membahas bersama DPRD. Ini bukan dana ‘bancakan’ buat pokir. Melainkan dana buat gaji PPPK dan kenaikan dana desa juga. Jangan main-main, masyarakat melihat. Jika gara-gara dijanjikan pokir, menjadi pro penguasa dengan menolak hak angket dan interpelasi,” pungkasnya.
Sejauh ini baru Fraksi PAN dan Fraksi PDIP yang serius mengajukan pansus hak angket dan hak interpelasi. Sedangkan Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (GPN), yakni terdiri dari partai Gerindra, Nasdem, PPP dan PKS belum bersikap.
Terpisah Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Suwito mengatakan, bergulirnya hak angket dan hak interpelasi tersebut, dituangkan dalam usulan beberapa fraksi.
“Usulan itu diantaranya, skandal sewa rumah dinas wabup, yang notabene adalah rumah bupati Rini Syarifah, dan ditempati keluarganya sendiri. Masyarakat kini bertanya-tanya, apakah terdapat penyalahgunaan wewenang dalam skandal ini,” tandasnya.
Lebih lanjut politikus PDI Perjuangan ini menyampaikan, sedangkan digulirkannya hak interpelasi yang dimotori Fraksi PDI Perjuangan, disebabkan adanya pembentukan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID), yang diduga sarat dengan KKN. Bahkan kakak kandung Bupati Blitar berada di dalam TP2ID tersebut.
“Masalahnya, TP2ID ini diduga bekerja melebihi kewenangannya. Ada dugaan TP2ID sudah kebablasan memanggili para kepala OPD. Isu ini berkembang lagi dengan adanya dugaan jual beli jabatan, monopoli pengadaan barang dan jasa dalam Pemkab Blitar,” jelasnya.
Kewenangan TP2ID yang kebablasan itulah, yang membuat keresahan para OPD dan satuan kerja. Bahkan, sebelumnya mencuat kabar adanya itimidasi pada para OPD terkait mutasi. Daripada isu-isu yang bergulir ini membuat resah masyarakat, maka lahirlah hak angket dan hak interpelasi.