Tidak diperbolehkan juga untuk mengambil rukhsah seorang yang melakukan perjalanan maksiat, karena rukhsah tidak disangkutkan dengan maksiat. Apabila seseorang pada pagi hari berstatus mukim kemudian melakukan perjalanan, maka ia tidak boleh membatalkan puasanya, karena itu adalah ibadah yang terhimpun status safar dan mukim, maka yang dimenangkan adalah status mukimnya.” (Taqiyuddin al-Hisni, Kifayatul Akyar, [Bairut, Darkutub Al-Ilmiyah: 2021], halaman 296).
3 Syarat Musafir Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan
Mudahnya, syarat musafir yang diperbolehkan tidak berpuasa ada tiga:
1. perjalan panjang tidak kurang dari 83 km,
2. perjalanannya tidak dilarang syariat, dan
3. telah berstatus sebagai musafir sebelum fajar.
Puasa Sopir Bus Antarkota Jika yang dimaksud sopir bus antarkota oleh penanya dalam soal telah memenuhi tiga syarat di atas, maka ia boleh tidak berpuasa, tapi wajib menggantinya di bulan lain.
Kebolehannya di sini bukan berarti lebih baik, kalau dalam keadaan sehat dan normal, maka justru tetap berpuasa bagi musafir adalah yang paling utama.
Syekh Nawawi Banten dalam Kasyifatus Saja menjelaskan:
وَالصَّوْمُ لِلْمُسَافِرِ أَفْضَلُ مِنَ الْفِطْرِ إِنْ لَمْ يَشُقَّ عَلَيْهِ ِلأَنَّ فِيْهِ بَرَاءَة َلذِّمَّةِ فَإِنْ شَقَّ عَلَيْهِ بِأَنْ لَحِقَهُ مِنْهُ نَحْوُ أَلَمٍ يَشُقُّ احْتِمَالُهُ عَادَةً فَالْفِطْرُ أَفْضَلُ أَمَّا إذَا خَشِيَ مِنْهُ تَلَفَ مَنْفَعَةِ عُضْوٍ فَيَجِبُ الْفِطْرُ فَإِنْ صَامَ عَصَى وَأَجْزَأَهُ
Artinya, “Berpuasa bagi musafir lebih utama daripada membatalkan puasa, jika memang ia tidak berat melakukannya. Karena dengan berpuasa ia menjadi terbebas dari tanggungan, yakni, tanggungan puasa. Sebaliknya, jika ia berat melakukan puasa, misal ia mendapati sakit yang biasanya berat untuk ditahan, maka membatalkan puasa adalah lebih utama daripada berpuasa. Ketika musafir takut kehilangan fungsi anggota tubuh jika ia berpuasa maka ia wajib berbuka, tetapi apabila ia nekat berpuasa maka ia berdosa dan puasanya telah mencukupi, artinya, tidak perlu diqadha.”(Muhammad Nawawi Al-Bantani, Kasyifatu Saja, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah], halaman 195).
Kemudian, apakah sopir tersebut masih boleh memgambil rukhsah tidak berpuasa sedangkan ia selalu dalam perjalanan, karena itu memang pekerjaannya?
Terkait seorang yang selalu dalam perjalanan (mudimussafar) menurut pendapat yang kuat (mu’tamad), ia tidak diperbolehkan tidak berpuasa, karena hal ini sama saja akan menggugurkan kewajiban atas dirinya. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar tetap diperbolehkan.