Lebih lanjut Sulis menjelaskan, kenapa nata de pina yang berbahan dasar limbah kulit nanas, padahal selama ini orang lebih mengenal nata de coco dari kelapa, karena menurutnya selama ini limbah kulit nanas hanya dimanfaatkan sebagai pupuk bahkan dibuang, padahal jika diolah akan mendatangkan nilai ekonomis.
“Seperti di komunitas Pertakina ada unit usaha pembuatan minuman sari buah nanas dengan demikian kulitnya dapat dimanfaatkan dan dapat menghasilkan nilai ekonomis lebih dan tentunya juga menjadi peluang usaha baru,” jelasnya.
Sementara itu Nina Lisanti, ketua Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Kadiri, menuturkan pelatihan ini merupakan tranformasi limbah menjadi harta yaitu mengolah limbah kulit nanas menjadi nata atau nata de pina.