Lalu, kedua benar-benar di dalam implementasi berdasarkan kriteria kita akan seleksi petani, nelayan dan UMKM yang layak untuk mendapatkan pemutihan kredit ini.
Dan kita akan kawal, bukan hanya dari sisi nasional tapi juga lembaga inti, kemudian kabupaten kota bahkan kepala desa. Gubernur harus sinergi dengan kepala dinas perikanan serta koperasi harus mengawasi bawa apa namanya pemutihan kredit benar-benar tepat sasaran, ucapnya.
Menariknya, terkait dengan evaluasi pemberian kredit usaha rakyat petani, nelayan dan UMKM selalu kita tuh ada penghianatan pada saat implementasi. KUR (Koperasi Usaha Rakyat) itu bagus supaya rakyat kecil kita, seperti nelayan petani maupun buruh tidak diwajibkan atau dipersyaratkan pinjam bank itu harus memenuhi kriteria 5 C itu.
Karena itu ada KUR dengan bunga lebih murah 3% pertahun, juga persyaratan pinjamnya dilunakkan. Salah satunya tidak ada agunan. Tapi prakteknya dilapangan, bank bank cabang masih mensyaratkan harus ada agunan dan lainnya. Itu yang membuat lending right dari KUR masih sangat mengecewakan. Data dari BPS ternyata hanya 3,4%. Para petani dan nelayan kita 10 tahun terakhir bisa mengakses KUR.
Padahal maksud Presiden itu harusnya kan ini benar-benar dipermudah. Tapi perbankan selalu takut ada yang menunggak.
Harusnya perbankan percayakan saja kepada kementerian teknis, menteri kelautan dan perikanan, menteri pertanian, Menteri koperasi. Kan mereka sudah punya track record dari stakeholder nya, dari petani dan nelayan. Kalau itu terjadi sinergi semacam itu maka tidak ada saling melemparkan kesalahan.
Bayangkan perbankan masih pelit, sampai sekarang alokasi kredit untuk sektor kelautan dan perikanan hanya 0,3% dari total alokasi kredit perbankan di tanah air ini. Untuk pertanian hanya 5%. Sektor yang merupakan Soko guru maju mundurnya sebuah bangsa itu benar benar dimarginalkan dengan keberpihakan perbankan, tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004) itu.