XNEWS.ID – Ternyata, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI pernah mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindaklanjuti pengakuan Ted Sioeng, debitur Bank Mayapada yang mengaku setor sejumlah dana ke pemilik bank, Dato Sri Tahir. Hal ini merupakan praktik bank dalam bank yang menjadi tugas OJK untuk mengawasinya.
Saya sih enggak heran ada informasi seperti itu. Ini praktik bank dalam bank. Untuk itu, OJK harus menindaklanjutinya. Apa yang disampaikan Ted Sioeng itu, harus bisa dibuktikan. Atau ada debitur lain yang punya informasi sama, harus bicara, kata Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng dikutip Inilah.com, Jumat (23/6) lalu.
Melky sapaan akrab Melchias Markus Mekeng ini menambahkan, apabila ditemukan pelanggaran aturan, OJK jangan sampai tebang pilih. Berikan sanksi sesuai aturan. Kalau memang pelanggarannya berat, sanksinya juga harus berat. Jangan ketika menghadapi bank-bank kecil yang dimiliki pengusaha kecil, OJK berani tegas. Menutup bank-bank itu. Tapi ketika menghadapi bank milik taipan, OJK malah lembek. Kita akan fokus masalah ini, ungkapnya.
Melky melanjutkan, pratik penyimpangan perbankan tidak hanya terjadi di Bank Mayapada saja. Dan saat Melky menjadi Anggota DPR RI Periode 2019-2024 di Komisi XI sedang mempelajari beberapa kasus penyimpangan perbankan.
Misalnya, ada bank swasta yang sudah BUKU IV, melakukan praktik bank dalam bank. Bank itu milik taipan juga. Ada anaknya dan saudara-saudaranya masuk bank itu. Adapula bank yang enggak bayar pajak. Pokoknya kita ingin benerin semuanya. Jangan sampai Indonesia terkenal karena skandal bank yang berulang-ulang terjadi, terangnya.
Terkuaknya dugaan penyimpangan kredit di Bank Mayapada ini, berawal dari pengusaha Ted Sioeng mendapat fasilitas kredit sebesar Rp.1,3 triliun, selama 7 tahun (2014-2021).
Dinilai tidak menjalankan kewajiban, Bank Mayapada menyita aset Ted serta mempolisikannya. Selanjutnya, Ted bersama putrinya, ditetapkan sebagai tersangka.
Ted pernah juga melayangkan surat kepada Menkopolhukam Mahfud MD saat itu.
Dia menyampaikan adanya setoran untuk Dato Sri Thahir, selaku pemilik Bank Mayapada yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Angkanya mencapai Rp525 miliar.
Bank Mayapada telah menetapkan Ted sebagai debitur yang tidak patuh, namun terus diguyur kredit selama 7 tahun. Tentu saja, cukup aneh.
Apakah ada kaitannya dengan kick back Rp525 miliar itu? Nah, keganjilan-keganjilan ini harus dibuka OJK sampai tuntas.
Sejatinya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mengaudit pengawasan OJK terhadap perbankan pada 2017-2019. Temuannya, Bank Mayapada berkali-kali mengguyur kredit kepada para debitur bermasalah. Angka kreditnya mencapai Rp. 4,3 triliun.
Selain itu, BPK menemukan Bank Mayapada sering melanggar batas maksimum kredit terhadap 4 korporasi. Jumlahnya mencapai Rp23,56 triliun.
Anehnya, OJK diam saja. Tak ada sanksi apalagi upaya menyelidiki lebih jauh pelanggaran ini.
Kasus Kredit Macet Mayapada, DPR Minta Kinerja OJK Dievaluasi
Kasus kredit macet yang terjadi di Bank Mayapada bisa berisiko terhadap sektor keuangan nasional jika tidak ditindaklanjuti dengan serius. Menurut Anggota DPR RI, Darmadi Durianto, Indonesia punya pengalaman pahit soal keuangan perbankan, salah satunya kasus bailout Bank Centrury yang berdampak pada sistem keuangan nasional.
Wajar saya kira kalau publik khawatir dengan kasus yang menimpa Bank Mayapada saat ini. Karena kita sudah memiliki pengalaman buruk saat kasus bailout Bank Centrury, kata Darmadi, Jumat (23/6/2023).
Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan ini menilai kasus kredit macet di Bank Mayapada mencerminkan kegagalan fungsi pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK, sambungnya, tidak mampu memaksimalkan peran dan fungsinya selaku lembaga pengawas sektor keuangan.
Imbasnya, tata kelola sistem pengawasan tidak terkonsolidasi dengan baik.