Tag: Dinas PU Jember

Jember, (XNews.id) – Anggota Komisi D DPRD Jember menilai, banyaknya bangunan roboh dalam proyek pemerintahan serta kualitas bangunan yang buruk bukan hanya disebabkan perencanaan yang kurang matang. Namun, juga ada faktor teknis lain. Yakni kualitas pasir yang digunakan selama proses pembangunan. Hal ini mengemuka dalam sidak yang dilakukan Komisi D DPRD Jember ke Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, akhir Januari silam. Anggota dewan juga mulai menyinggung soal proyek pembangunan puskesmas pembantu (pustu) yang secara kualitas kurang baik. “Pustu di Desa Gambiran, Kecamatan Kalisat, dak (atap cor beton, Red) sudah ada rembesan dan berlumut. Padahal proyek pembangunannya tahun 2018,” ucap Ach Dhafir Syah, anggota Komisi D DPRD Jember. Hal itu pun langsung ditanggapi anggota Komisi D lainnya, Nur Hasan. Anggota dewan dari fraksi PKS ini tak menampik jika proyek pembangunan pemerintah kualitasnya buruk. “Masa kalau digenggam dengan tangan, remuk,” keluhnya. Bahkan, menurut Nur Hasan, kondisi bangunan proyek pemerintahan seperti ini tidak hanya terjadi tahun ini saja, melainkan sudah berjalan bertahun-tahun lamanya. Dirinya kerap kali mencoba memegang kualitas tembok atau sisa acian yang sudah mengering. “Dari luar bagus, tapi saat dipegang mudah hancur,” paparnya. Kualitas buruk seperti itu muncul karena material yang dipakai juga buruk. Terutama dalam pemakaian pasir. “Pakai pasir gumuk, anggap itu tanah. Saat basah tidak pakai semen saja ceket (lengket, Red). Tapi jika kering ya mudah hancur,” tuturnya. Untuk mengantisipasinya, dia ingin ada kontrak material yang jelas dalam setiap proyek pembangunan milik pemerintah, termasuk pembangunan pustu dan beberapa proyek dinas kesehatan lainnya. Menurutnya, pemakaian pasir gumuk memang lebih murah. Namun, semestinya proyek pemerintah memakai material yang bagus dan tidak murahan. Padahal, dalam daftar analisis Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya dan Tata Ruang, tidak ada kata pemakaian pasir gumuk. “Adanya pasir uruk dari Lumajang,” tambahnya. Dalam pemakaian pasir uruk boleh saja diganti dengan pasir gumuk. Akan tetapi, jika pasir uruk dan pasir gumuk dipakai untuk kegiatan konstruksi, seperti untuk beton, pasangan batu bata, keramik, hingga kulitan, maka yang terjadi adalah kualitas bangunan yang buruk. Dia mengakui, pengawasan dari dinkes tidak berjalan maksimal, lantaran jumlah pengawas juga terbatas. Sehingga konsultan pengawas seakan tutup mata material apa yang dipakai. “Saya berharap besar ada sebuah nota kesepakatan kontraktor untuk tidak memakai pasir gumuk dalam kegiatan konstruksi pembangunan, termasuk pasangan batu bata,” tegasnya. Yoga, salah satu tukang bangunan di daerah Karangrejo, mengakui, pemakaian pasir gumuk itu berefek pada pemakaian semen yang lebih hemat ketimbang menggunakan pasir Lumajang. Namun, kata dia, secara kekuatan juga berbeda dengan pasir Lumajang. “Kalau pakai pasir Lumajang harganya sangat jauh dengan pasir gumuk,” pungkasnya. (Md/ko)