Tag: Gubenur JaTim

SURABAYA, (xNews.id)– Tahun baru 2022 dimulai hari ini. Banyak yang berharap di 2022 ini, perekonomian terus bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Dwi Putranto menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 mencapai 5,8 persen. Hal itu bisa ditingkatkan melalui sektor pertanian, sektor industri yang orientasinya ekspor dan sektor digital. “Saat ini pada kuartal IV ini pertumbuhan ekonomi Jatim sudah tumbuh sekitar empat koma sekian persen. Apalagi kondisi Covid-19 terus melandai, sehingga kami optimistis pertumbuhan ekonomi bisa meningkat. Namun kami berharap untuk kelangkaan kontainer bisa segera diatasi oleh pemerintah pusat. Selain itu agar para pengusaha diberi kemudahan dalam pengurusan perizinan,” jelasnya. Adik mengatakan sinergi dengan Pemprov Jatim sejauh ini sudah cukup bagus. Pihaknya terus mendorong pengembangan UMKM melalui programprogram yang dilakukan bekerja sama dengan Pemprov Jatim dan Bank Indonesia (BI). “Selain itu kami berharap masyarakat tetap patuh terhadap protokol kesehatan agar tidak terjadi lonjakan kasus sehingga perekonomian bisa semakin meningkat,” katanya. Menurut Adik, salah satu faktor utama yang bisa membuat perekonomian bangkit pada 2022 adalah pandemi Covid-19 harus bisa dikontrol. “Karena itu disiplin masyarakat untuk menjaga prokes bisa menentukan penyebaran dan penularan Covid-19. Bila ini tercapai, saya optimistis tahun 2022 adalah tahun kebangkitan ekonomi setelah dua tahun ini dihantam Covid-19,” tegas Adik. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional (KR) 4 Jatim Bambang Mukti Riyadi mengatakan Jatim menjadi penyumbang perekonomian terbesar kedua di Pulau Jawa dengan kontribusi 25,33 persen atau 14,58 persen secara nasional. Ia menambahkan meskipun pandemi Covid-19 belum usai, ekonomi Jatim pada triwulan III/2021 mencatatkan pertumbuhan 3,23 persen (yoy). “Ini lebih tinggi dibanding Jawa Tengah dan DKI Jakarta, namun masih lebih rendah dibanding pertumbuhan Nasional (3,51 persen) dan Jawa Barat (3,43 persen),” ujarnya. Bambang mengatakan stabilitas sektor jasa keuangan di Jatim per Oktober 2021 masih terjaga dengan baik, tercermin dari rasio kecukupan modal yang masih terjaga di atas threshold, yaitu untuk 4 Bank yang berkantor pusat di Jatim sebesar 21,50 persen. Untuk 274 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 45,47 persen dan 26,34 persen untuk 26 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sementara itu kecukupan likuiditas masih mencukupi untuk antisipasi kebutuhan masyarakat, yang tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) 40,12 persen dan Aset Likuid terhadap NonCore Deposit (AL/NCD) 209,13 persen. Selanjutnya, risiko kredit masih termitigasi dengan baik, tercermin dari Non Performing Loan (NPL) Net Perbankan 1,63 persen dan NPL Gros Perbankan 4,18 persen serta Non Performing Financing (NPF) Perusahaan Pembiayaan 3,25 persen. Sementara itu total asset dan DPK di Perbankan masing masing tumbuh 7,45 persen (yoy) dan dan 7,57 persen (yoy), dan Kredit tumbuh 1,51 persen (yoy). “Pada sektor Pasar Modal, jumlah investor berdasarkan Single Investor Identification (SID) di Jatim meningkat cukup tinggi sebesar 98,46 persen (yoy) atau 905.408 investor, sedikit lebih rendah dari pertumbuhan Nasional 100,7 persen dan Jatim menyumbang 13,54 persen dari total SID Nasional,” ungkapnya. Sementara itu di sektor Industri Keuangan Non Bank, pertumbuhan pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan mulai menunjukkan pertumbuhan meskipun masih mengalami terkontraksi 5,40 persen (yoy). Namun kondisi itu lebih baik dibanding periode yang sama di 2020. Untuk pembiayaan melalui Fintech Peer to Peer Lending tumbuh 120,1 persen dan pembiayaan lembaga keuangan mikro syariah (LKM/S) tumbuh 43,44 persen. Akumulasi realisasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Jatim mencapai Rp 94,6 triliun dari 1.093.225 debitur yang terdiri dari 77,27 persen atau Rp 73,1 triliun. Yang merupakan restrukturisasi dari 510.803 debitur bank umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPR/S). Serta 21,89 persen atau Rp 21,5 triliun merupakan restrukturisasi dari 582.422 debitur perusahaan pembiayaan. Total penyaluran kredit dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Jatim Rp 24,7 triliun yang disalurkan kepada 328.335 debitur Bank Himbara, BSI dan BPD Jatim. Serta 62,76 persen atau Rp15,5 triliun disalurkan kepada 267.175 debitur UMKM. Sampai Agustus 2021 BPD Jatim telah menyalurkan 31,23 persen atau Rp 11,04 triliun) dari total kredit PEN di Jatim kepada 132.656 debitur. Pertanian dan Industri Jadi Lead Sektor Kebangkitan Ekonomi BI optimistis ekonomi Jawa Timur akan bangkit di 2022 seiring dengan terciptanya sinergi kebijakan dan inovasi pemerintah daerah, BI dan lembaga atau otoritas lain di wilayah Jatim dalam mempercepat pemulihan ekonomi. Kepala Perwakilan BI Budi Hanoto mengatakan, optimisme akan kebangkitan ekonomi Jatim ditopang oleh kondisi fundamental terutama sektor pertanian serta sektor industri yang menjadikan Jatim sebagai lead export manufaktur. “Kondisi ini diperkuat dengan inovasi dan sinergi berbagai pihak dalam menggali potensi yang ada, seperti penguatan kerjasama perdagangan antar daerah, digitalisasi perekonomian, peningkatan inklusivitas UMKM, serta pengembangan ekonomi syariah,” kata Budi beberapa waktu lalu. Budi lebih lanjut menjelaskan, inovasi dan sinergi kebijakan tersebut telah mampu menjaga momentum kebangkitan ekonomi Jatim di tahun 2021. Di tengah kebijakan pembatasan wilayah, pada triwulan III/2021 ekonomi Jatim tetap mampu tumbuh positif sebesar 3,23% (yoy), lebih tinggi dari Jawa (3,03%, yoy). Sementara pada triwulan IV/2021 pemulihan ekonomi Jatim diperkirakan terus berlanjut sejalan dengan penurunan kasus Covid-19. “Bangkitnya ekonomi Jatim di tengah pandemi Covid-19 juga tidak lepas dari empat key success factors. Yaitu pertama, menjadikan Jatim sebagai lead export Industri Manufaktur. Kedua, penguatan Jatim sebagai Lumbung Pangan Nusantara (LPN). Ketiga, optimalisasi digitalisasi ekonomi dan keempat menginklusifkan ekonomi Jatim melalui pengembangan UMKM, ekonomi syariah, dan pariwisata,” urai Budi. Budi menambahkan, ke depan, terdapat beberapa tantangan bagi perekonomian Jatim yang perlu diantisipasi, antara lain tidak meratanya pemulihan ekonomi global, disparitas laju inflasi antarkabupaten/kota di Jatim, pembangunan SDM dan ketersediaan akses internet yang belum merata antara Jawa Timur bagian Utara dan bagian Selatan, serta lemahnya standardisi produk serta masih terbatasnya pembiayaan UMKM. Berdasarkan tantangan tersebut, BI memperkirakan ekonomi Jatim pada tahun 2022 tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni pada kisaran 5,0% sampai dengan 5,8% (yoy) atau kembali ke pola normal pertumbuhan sebelum pandemi Covid-19. Sementara inflasi diperkirakan masih berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional 3 + 1%, sejalan dengan peran aktif TPID terutama melalui optimalisasi LPN, (Ardy)