Topik: Pengmas UI

Klaten, (XNews.id) - Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) FIB UI Berdayakan Sanggar Marsudi Budaya Tafsirkan Sasmitaning Gendhing di Desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Tim dipimpin langsung Dr. Darmoko, S.S., M.Hum bersama anggota Pengabdian Masyarakat FIB UI 2022 (Galang Adhi Pradipta, Roslinda Azzahro, Sri Ustika Mulyaning Tyas, Ahmad AdamMaulana, dan Moh. Iqbal Fauzi) dari Program Studi Sastra Jawa. "Sasmitaning gendhing terdiri dari dua kata, yakni sasmita dan gendhing. Sasmita memiliki sejumlah makna, yakni tanda, isyarat, symtomps, sinyal, dan pesan, sedangkan gendhing, yakni komposisi musik tradisional Jawa yang mengandung nada dan irama tertentu. Jadi sasmitaning gendhing merupakan ekspresi bahasa tertentu yang dipergunakan oleh narator (dalang) untuk memberikan isyarat kepada pemusik (penata musik) untuk melantunkan komposisi musik tradisional tertentu dalam pertunjukan wayang kulit purwa. Dengan mengadopsi istilah yang dipergunakan dalang dalam pertunjukan wayang, pranatacara (MC adat Jawa) sering menggunakannya di dalam suatu upacara adat Jawa, seperti upacara perkawinan," kata Darmoko kepada media, Jumat 9 Desember 2022. Lebih lanjut pengajar Sastra Jawa UI tersebut memaparkan, Sasmitaning gendhing pada upacara perkawinan adat Jawa ini masih dilestarikan meskipun belum optimal sehingga perlu dikembangkan dan disebarluaskan terus agar sampai kepada anak cucu. Keberadaan sasmitaning gendhing pada upacara perkawinan adat Jawa dipandang sebagai ekspresi budaya yang patut untuk menjadi acuan dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Pembinaan, pengembangan, dan pelestarian sasmitaning gendhing beserta gendhing-gendhing Jawa harus dibarengi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itulah Tim Pengabdian Masyarakat FIBUI memberikan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memberdayakan kemampuan menafsirkan sasmitaning gendhing di dalam bahasa pranatacara dalam Upacara perkawinan adat Jawa di Klaten, Jawa Tengah. Kata Darmoko, untuk dapat menafsirkan suatu objek budaya diperlukan metode lokal yang telah dimiliki oleh para leluhur Jawa yaitu sanggit. Di dalam sanggit tersebut terdapat istilah yang mengandung konsep penafsiran yaitu othak-athik gathuk atau othak athik mathuk. Di dalam menafsirkan konstruksi bahasa pranatacara para sesepuh Jawa berusaha membentangkan pengalaman, pengetahuan, dan cara untuk dapat memahami sasmitaning gendhing dalam upacara perkawinan adat Jawa, baik dari aspek bentuk maupun isinya. Penafsiran (interpretasi) dalam rangka pemaknaan sebuah objek dalam budaya Jawa berkorelasi dengan sejarah (genealogi) dan religi (mitos) serta tradisi dan konvensi masyarakat setempat. Untuk dapat menfasirkan sasmitaning gendhing dalam upacara perkawinan adat Jawa tersebut juru tafsir perlu memiliki kekuatan imajinasi, kepekaan intuisi, intelektualitas, dan penguasaan kode budaya yang cukup, sehingga makna tafsir tersebut memiliki kriteria aktual, relevan, logis, serta mungguh, mulih, kempel, dan tutug. Darmoko menambahkan bahwa kriteria ini di dalam konsep penafsiran Jawa mengarah kepada posisi bener lan pener (benar dan tepat). "Ada pun di dalam konteks ide dan pemikiran mungguh diartikan sebagai gagasan tentang konstruksi naratif yang memiliki sifat pantas dan tepat sesuai dengan posisinya dalam kerangka etika dan estetika. Mungguh dapat berarti suatu pemikiran yang bersifat logis dan dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Di dalam konteks ide dan pemikiran tutug diartikan sebagai gagasan tentang konstruksi naratif yang mendasarkan pada terselesaikannya peristiwa yang disajikan adegan demi adegan sejak awal hingga akhir cerita. Di dalam konteks ide dan pemikiran mulih diartikan sebagai gagasan tentang konstruksi naratif yang mendasarkan pada terselesaikannya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh tokoh utama. Penyelesaian permasalahan pada akhir teks naratif sesuai / klop dengan permasalahan yang disajikan pada awal kisahan. Di dalam konteks ide dan pemikiran kempel diartikan sebagai gagasan tentang konstruksi naratif yang mendasarkan pada terjalinnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sejumlah tokoh yang dihadirkan pada adegan demi adegan, " Tutur Darmoko. Pemberdayaan kemampuan menafsirkan sasmitaning gendhing pada bahasa pranatacara dalam upacara perkawinan adat Jawa dilaksanakan melalui sarasehan dan pembekalan dengan menggandeng Camat Polanharjo, Klaten bapak Joko Handoyo HS, SSTP, M.Si., Korwil Polanharjo, Dewan Kesenian Polanharjo, aparat desa Borongan, anggota sanggar Marsudi Budaya, dan guru-guru SD Borongan, Klaten, Jawa Tegah. "Kekayaan sumber daya alam Kabupaten Klaten, yang terletak di daerah bekas pengaruh kerajaan Mataram memang tidak dapat disangsikan. Kabupaten Klaten di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur dengan Kabupaten Sukoharjo, sebelah selatan dengan Kabupaten Gunungkidul (DIY), dan sebelah barat dengan Kabupaten Sleman (DIY). Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga dataran, yakni sebelah utara dataran lereng gunung Merapi, sebelah timur membujur dataran rendah, dan sebelah selatan dataran gunung kapur. Lahan pertanian yang luas, mata air berlimpah, dan potensi wisata alam dan sejarah yang tersebar menjadikan Kabupaten Klaten semakin makmur. Klaten juga memiliki sumber daya manusia dalam hal pelestarian kebudayaan Jawa," tutupnya. Kegiatan Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat FIB UI 2022 SDGs “Pendidikan Berkualitas” yang berjudul Pemberdayaan Kemampuan Menafsirkan Sasmitaning Gendhing Pada Sanggar Marsudi Budaya di Desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah tersebut memperlihatkan terbangunnya suatu tatanan kehidupan sosial masyarakat dengan mempertebal rasa solidaritas sosial antarwarga, menjaga prinsip hormat dan prinsip rukun yang telah tertanam sejak lama di tengah masyarakat paguyuban yang semakin lama tergerus oleh kebudayaan global. Dengan demikian kegiatan ini berdampak pada masyarakat untuk memperkokoh jatidiri bangsa dengan secara terus menerus mengasah cipta, rasa, dan karsa sehingga masyarakat menjadi lebih cerdas dalam menafsirkan dan memaknai tanda dalam budaya Jawa, khususnya di desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Ketua Sanggar Marsudi Budaya, sekaligus Kepala Desa Borongan, bapak S. Setyo Budi menyampaikan kesan dan pesan sebagai berikut: “Kami para warga sanggar Marsudi Budaya dan pemerintahan desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, provinsi Jawa Tengah mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang dibangun oleh FIB UI melalui Program Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat SDGs Pendidikan Berkualitas 2022 dengan Judul Pemberdayaan Kemampuan Menafsirkan Sasmitaning Gendhing dalam Bahasa Pranatacara pada Sanggar Marsudi Budaya di Desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, oleh Dr. Darmoko, S.S., M.Hum beserta sejumlah mahasiswa. Selanjutnya kami menyampaikan saran agar Tim Pengmas FIB UI ke depan dapat hadir kembali di desa kami, untuk memajukan, mengembangkan, dan memberdayakan potensi para warga kami di bidang lain agar desa kami kelak kemudian hari menjadi Laboratorium Budaya Jawa yang mampu melestarikan budaya Jawa secara lebih luas. Kami berharap kemampuan menafsirkan sasmitaning gendhing pada bahasa pranatacara dalam upacara perkawinan adat Jawa ini dapat memotivasi bagi warga desa kami untuk berlatih dan belajar memaknai objek budaya Jawa yang lebih luas. (*)