Topik: Refleksi MoU Helsinki

Jakarta, (XNews.id) - Sabtu, 15 Agustus 2020 Masyarakat Aceh memperingati Hari Perdamaian yang dikenal dengan MoU Helsinki, Perjanjian Damai antara GAM - RI. Peringatan ini telah memasuki Usia 15 Tahun sejak ditandatangani pada 15 Agustus 2005 antara keduabelah pihak. Sebagai konsistensi perdamaian antara Aceh dan Indonesia Aliansi Pemuda Aceh (APA) menggelar Dialog Publik Refleksi 15 Tahun MoU Helsinki secara daring (Webinar), Sabtu pukul 14.00 Wib siang (15/8). Hadir sebagai Keynote Speaker DPR RI Komisi III H. Nasir Djamil,.S.Ag.M.Si dan Senator Pimpinan Komite I DPD RI H. Fachrul Razi MIP selain kedua Legislator tersebut, turut hadir juga sebagai keynote speaker Muhammad Nazar,.S.Ag. Wakil Gubernur Aceh 2007-2012 Aktivis SIRA, Nezar Patria Pimpinan Redaksi Jakarta Post, Serta Husnul Jamil Aktivis Muda Aceh. Tema yang diangkat terkait " Mempertanyakan Integritas MoU Helsinki Dan Nasib Re - Generasi Aceh Dimasa Mendatang ". Dalam sambutan awal dialog publik melalui webinar yang dihadir sekurangnya 40 peserta tersebut, Nasir Djamil mengatakan bahwa masyarakat Aceh 15 Agustus 2020 saat ini bersyukur bisa kembali memperingati 15 tahun Damai MoU Helsinki. Nasir menambahkan Sebagai bagian dari masyarakat Aceh tentu kita harus senantiasa memiliki memori tentang sejarah damai di Aceh ini. " Pertama bahwa, harus ada kejujuran dari para pelaku sejarah yang terlibat langsung dengan MoU Helsinki mulai dari perundingan - perundingan hingga penandatanganan artinya harus disampaikan kepada masyarakat Aceh bagaimana sebenarnya cara berfikir dan memandang norma - norma di MoU Helsinki. Jadi kejujuran ini penting, sampaikanlah kepada rakyat Aceh butir butir MoU itu saat mereka akan meneken apakah sama dengan yang kita pahami saat ini " ujar Nasir Djamil dikutip media, (15/8) pada saat Dialog berlangsung. Ketua Forbes DPR /DPD RI aceh tersebut menekankan kejujuran tokoh kedua belah pihak GAM - RI. Lanjut, Senator Fachrul Razi dalam paparannya selaku keynote speaker kedua menuturkan Aceh dalam sudut pandang 'Mile Stone' atau Memorandum of Understanding bukan Memorandum Agremeent . Senator menambahkan bahwa kejujuran Pusat terhadap kesepakatan damai sangat lemah, hal tersebut diungkapkan kepada media, Sabtu (15/8). " Kebijakan Indonesia lebih kuat ke Aceh, artinya kejujuran pusat ke Aceh lemah. Skenario pusat di MoU Helsinki saat ini memaksakan Aceh tetap dalam lingkaran dan tunduk ke Indonesia. hal tersebut sudah menunjukkan ketidak selarasan dalam butiran MoU yang sudah ditandatangani 15 tahun silam. Indonesia hanya membuktikan bahwa Aceh telah damai ke Internasional, ini justru mengembalikan Martabat pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimata dunia bahwasanya Aceh telah didamaikan ". ucap senator. Lanjut Fachrul Razi, Aceh boleh damai, Aceh Boleh bermartabat namun Aceh harus benar benar takluk dalam kebijakan NKRI selama 15 tahun belakang ini. " Mereka (Pusat) melihat dalam konteks normatif saja, pendekatan ekonomi. Seharusnya Aceh saat ini adalah membangun "Trust building", saling kepercayaan Antara Pemerintah Lokal Aceh dan Pemerintah Pusat dengan merealisasikan butiran MoU Helsinki Tersebut " tutupnya. (**)